28 December 2005

sepotong roti

Pernah, dua orang syaikh mengunjungi Rabi'ah. Keduanya lapar. Mereka duduk, dan Rabi'ah menyuguhkan dua potong roti. Tiba-tiba datang seorang pengemis, dan diberikanlah dua potong roti itu. Dua tamunya terkejut, tapi diam saja.

Tak lama setelah itu, seorang gadis pelayan datang mengirim talam roti hangat. ''Nyonya majikanku mengirimkan ini untukmu,'' katanya. Ada 18 potong roti. ''Pasti ada kesalahan,'' kata Rabi'ah. Lalu pelayan itu disuruh membawa kembali roti-roti tersebut. Meski pelayan itu protes, Rabi'ah bersikeras agar roti itu dibawa pulang.

Si pelayan mengisahkan penolakan itu pada sang majikan. Lalu majikan tersebut menambahi lagi dua potong roti. Kali ini, Rabi'ah menerimanya dan meletakkan di depan tamunya. Roti pun dinikmati. Setelah itu, sang tamu memberanikan diri bertanya ihwal rahasia di balik peristiwa tersebut.

''Ketika kalian masuk,'' kata Rabi'ah, ''Aku lihat kalian berdua lapar. Tapi aku merasa tidak enak menawarkan kepada orang-orang mulia seperti kalian dua potong roti. Karena itu, aku memberikan kepada pengemis tadi seraya berseru kepada-Nya, 'Ya Allah, Engkau telah berjanji membalas sedekah kami 10 kali lipat. Ini pasti, dan tak diragukan lagi'.''

Maka, kala dikirimi 18 potong roti, Rabi'ah merasa ada yang tak beres. ''Atau, kalau tidak demikian, roti-roti itu telah salah diberikan kepadaku. Aku mengembalikannya sampai jumlah yang benar diberikan kepadaku,'' kata Rabi'ah (Wanita-Wanita Sufi, Dr. Javad Nurbakhsh).

Di musim semi yang indah, Rabi'ah menyendiri di pertapaan. Lalu gadis pelayannya berkata, ''Wahai Ibu, keluarlah dan lihatlah karya-karya Sang Pencipta.'' Jawab Rabi'ah: ''Lebih baik masuklah! Dan, pandanglah Sang Pencipta itu sendiri. Merenungkan-Nya membuatku tidak sempat lagi memandang ciptaan-Nya.

''Rabi'ah pernah berpuasa seminggu. Karena ia merasa lapar, jiwa rendah (nafs)-nya mulai mengeluh, ''Sampai berapa lama lagi Engkau menyiksaku.'' Tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk. Ia melihat seseorang membawa sepanci makanan sebagai sedekah. Ia menerima pemberian itu dan pergi mengambil lilin. Ketika kembali, ia melihat seekor kucing mengacak-acak makanan itu.

''Aku akan berbuka puasa dengan air,'' pikir Rabi'ah sambil mengambil kendi. Tiba-tiba lilin padam. Saat ia mau minum untuk pemuas dahaga, pegangan kendi itu patah. Pecah. Ia mendesah seakan rumahnya terbakar. ''Wahai Tuhan,'' serunya, ''Apa yang sedang Engkau lakukan kepadaku sehingga membuatku tak berdaya sama sekali.''

Terdengar suara menyeru, ''Wahai Rabi'ah, jika engkau menginginkannya, maka seluruh kesenangan duniawi akan diberikan kepadamu. Namun, sebagai akibat dari kepedihan cinta-Ku, Aku pun menyingkirkannya dari kalbumu. Kepedihan cinta dan kesenangan duniawi tidak bakal bisa berkumpul dalam satu kalbu sekaligus.''

Ya, Rabi'ah memang telah menjauhkan kalbunya dari duniawi. Selama 30 tahun ia salat seolah-olah untuk terakhir kali. Saking khawatir kalbunya terusik, dia sering berdoa, ''Wahai Tuhanku, sibukkanlah diriku semata-mata hanya dengan-Mu sehingga tak ada sesuatu pun akan menjauhkan diriku dari-Mu.''

Jadi, sanggupkah kita seperti itu, yang tak lagi menyoal sepotong ''roti'', melainkan ''sukma'' semata? (Dikutip dari W. Yarmanto)

27 December 2005

Mbah Surip Nemu Setan

Masih ingat Mbah Surip? Itu loh…lelaki tua berambut gimbal yang ketawanya ngakak dan kerap nyanyi lagu begini….bangun tidur, tidur lagi, bangun tidur, tidur lagi. Nah, beberapa hari yang lalu, saya ketemu dia. Masih di tempat yang sama waktu saya pertama kali ketemu dengan dia, di Bulungan, Jakarta Selatan.

Seperti biasanya saban kali ketemu dengan saya, Mbah Surip menyalami saya dengan hangat. Lalu, sambil tergopoh-gopoh menggandeng tangan saya menuju ke sebuah sudut agak remang di sebelah Warteg tempat para seniman Bulungan nongkrong. Kemudian katanya, “Aku semalam nemu setan.”

Deg! Tergagap juga saya mendengar kalimat Mbah Surip, kendati saya sering mendengar lagu-lagunya yang naïf. Maklumlah, ini kali cerita Mbah Surip benar-benar irasional sekaligus sensional. Bayangkanlah saudara-saudara… masa manusia nemu setan!
“Bener loh Mas, aku nemu setan, dua jumlahnya,” susul Mbah Surip.Busyet benar ini Simbah. Setan kok disamakan dengan barang, benda, fisik, yang bisa diraba dan diitung.
Jika bukan Mbah Surip, tentu akan segera saya umpat sebelum saya tinggalkan seseorang yang bercerita irasional seperti yang diceritakan Mbah Surip. Tapi ini Mbah Surip, sebuah pribadi unik yang membuat saya tak kuasa menyakiti atau menyinggung perasaannya.

“Sampean (Anda) boleh nggak percaya, tapi ini sungguh-sungguh terjadi.” Mbah Surip seperti tahu pikiran saya.“Begini ceritanya…” >>>(PhadangMbulan)>>>

Saya Ingin Memeluk Anak Saya...

"Kelahiran dan kematian adalah keniscayaan. Namun, bagi yang hidup, wafatnya kerabat adalah kehilangan. Selalu menimbulkan kesedihan.”

WS Rendra menorehkan puisinya di kuburan massal Taman Syuhada, Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Senin petang, 26 Desember 2005.... read more Kompas >>

Sekedar mengingat kita juga 'sangat mudah' mengalami kejadian setahun yang lalu...

15 December 2005

Jika aku kaya Nak !

Jika aku kaya Nak,
tak akan aku pergi ke kantor
aku duduk disebelahmu Nak
makan bersamamu Nak

Jika aku kaya Nak,
tak pernah aku buka dompet
menghitung sisa bilangan kertas cetak ATM

Jika aku kaya Nak,
kamu punya buku dongeng bergambar banyakkk
sehingga tak perlu menyobek-nyobek koran bekas yang kubaca kemarin

Jika aku kaya Nak,
kita tak perlu berdiri di pinggir jalan
melihat lalu lalang SUV punya orang
(sementara aku hanya bercuap-cuap tentang kehebatan mobil itu)

Jika aku kaya Nak,
kita kan ke sungai tiap hari
tidak hanya cerita lagi yang kugambarkan setiap malam sebelum tidur
atau aku buatkan sungai di tanah kosong depan mall itu

Jika aku kaya nak,
ibu tak perlu bekerja lagi nak
tak ada cerita kecopetan lagi
dia akan selalu tidur bersamu
bermimpi bersamamu
hingga dirimu bangun dan tidur lagi
...

Tapi jika aku kaya nak,
aku kehilangan ritual telatku
aku kehilangan motor bututku
aku tak pernah lagi ngebut mencegat kopaja untuk ibu
Ibu tak pernah kuantar lagi karena kita punya sopir
Ibu tak pernah berpikir cepat pulang karena mobilnya SUV
aku kehilangan semangat mencari uang untuk 3 sendok susumu
aku akan pulang lebih malam karena ada acara tiap malam
aku lalu tak pernah melihatmu di waktu pagi
aku lalu tak penah memelukmu di depan sungai impian itu
aku tak pernah lagi mengganti popokmu
makanmu, mandimu
tangismu...

...ah nak

Dec - 2005